Lembaran jiwa


Ketebalan malam membawa alam semakin tak nyaman
Membekukan darah, tubuhku pun tercacah di pojok-pojok tiang sampah
Mayatku disana
Terurai menjadi seonggokan daging yang tak bernyawa
Membusuk bernanah mengucurkan bau menusuk mata dan jiwa
Tak seorang pun mengibakan rasa
Sekedar menoleh atau bertanya
Dan mayatku tak pedulikan itu semua

Mayatku disana
Di pojok-pojok tiang sampah
Masih terurai membusuk dan hina

Alam semakin merana
Menyaksikan mayat makin tercacah
Bidadari pun begitu juga
Mengumpulkan badan tangan kepala
Menjadi nyata
Memendam dalam liang tanah

Tapi tak bertahan lama
Menyembur semua dari liang tanah
Mayatku, terurai membusuk dan hina
Seperti yang lama
Mayat tetap tak peduli itu semua

Bidadari bertanya
Kenapa dengan ini semua
Mayat tercacah pun berkata
Lembaran jiwaku hilang
Entah kemana
Seorang anak manusia telah mencurinya
Tapi, kunanati ia kembalikan ini jiwa
Sampai detik tak bernyawa
Sampai dunia mengakhiri massanya

Bidadari mengumpulkan kembali
Badan tangan kepala
Memendam dalam liang tanah
Tapi tak bertahan lama
Menyembur semua dari liang tanah
Mayatku tetap terurai membusuk dan hina
(Sidoarjo, 5/5/02)

Komentar

Postingan Populer