Tepian Ranu


Ini adalah rumah tanpa bata
Apalagi pintu dan jendela
Semua bisa berkata: selamat datang
sampai jumpa

Bukit tertinggi, dimana cemara berdiri
Landai seperti kita akan berlari
Memeluknya dan berguling-guling

jendela di mata kita
Rahasia indah, menikmati karya tak terbingkai-bingkai
Menikmati sinar pagi berharap dia datang selekas ini
Karena tanganku beku biar aku menghayal dulu
mencumbu hangat diatas batu
kicau burung melayang
Sayup-sayup di kejauhan

Pahatan pasir
Meninggalkan jejak air yang berlari-lari tadi malam
Lengkung-lengkung basah dan hitam
Tepian ranu

Ku susup air segar, sampai berasap selalu
biar bisa cerita ke anak cucu
kemudian punggungku hangat dicumbu
Diatas batu

Rumah tanpa bata
Apalagi pintu dan jendela
Semua bisa berkata selamat datang
Sampai jumpa

semalam bintang biduk masih bisa ku hitung
empat titik, serupa dengan jari yang sama
tapi ganjil menerka, apakah ada yang salah

Masih aku memandangnya sambil menerka apa yang salah
Berbaring tubuhku di samping api yang mengepul-ngepul
Apakah ada yang salah

ternyata hanya tanganku yang gemetar memeluk ketiak erat-erat
mengumpatmu; “pokoknya besok pulang, tidak akan kesini-sini lagi”

tapi pagi-pagi kamu membangunkanku
sepertinya semalam aku tak bermimpi
hanya ku dengar dengkur tak henti-henti

ah sudahlah
Sekarang ku ucapkan selamat pagi
Nanti siang aku akan kembali menghadap ke bapak sok tahu
Apalagi teman yang ja ji ju

Salam ke bapakmu
Masih saja batuknya tak sembuh
Pagi kemarin aku melihatnya berdahak
sampai berasap merah abu-abu

(Ranu Gumbolo, 11/07/2004)

Komentar

Postingan Populer