Langsung ke konten utama

Unggulan

Matahari, Koran, Pabrik Gula

 Mengayun pedal sepeda lagi, seperti ini seperti membuat jedah pada rutinitis. Bisakah saya bertanya kenapa kita membuat rutinitas, shidup, yang seperti pattern hidup, atau seperti kereta yang akan bergerak dengan deras hanya pada relnya... Ternyata kehidupan memang seluas-luasnya.. tapi kita hidup pada lingkungan yang menurut saya sangat terbtas. Apakah pada kerumuan orang di pasar apakah, kita mengenalnya, setidaknya bertegur sapa. Setiap papas yang berlintas pada jalan, apakah kita mengenalnya... bukankah anak adam ini begitu melimpahnya.. bayangkan bila kita diluar arena, misal kita d uar negeri, tiba-tiba kita bertemu dengan orang Indonesia.. pertemuan itu akan begitu berarti

Rahim















1
Engkau berasal dari rahim-rahimnya
diantara bisikan-bisikan lafadz Tuhan
dan kau menjerit; Ya Tuhan sekalian alam
ijinkan aku kembali menghadapmu
kemudian kau menjelma
hai kefanaan

2
Kalender-kalender yang tergerak
kelahiranmu bukanlah dambaan seperti kisah lalu
dimana peradaban mengatakan: Bagaimanakah hari esokku?
Namun mereka terbuai nikmat-nikmat diantara paha
Kemudian air mata laksana wajah yang memucat
“Anakku, maafkan aku, aib ini akan membunuhmu!”

3
Kemudian aku memanggilmu, ibu
namun kata-kata ini menjadi semu
setelah itu aku bertanya kepadamu:
mengapa kau tinggalkan aku dikeranjang-keranjang itu
hanya gemerincing rebana yang memberi senyum aku
dan sapi-sapi yang menyusuiku
engkau entah kemana

4
Hanya dalam mimpi kau datang
sepatumu berderap di tengah malam
lenyap di telan pagi
kemudian, rindu membuatku menangis

5
Ibu, aku rindu pelukmu
bukan peluk selimut yang selalu kau berikan kepadaku
aku telah mencarimu di rumah-rumah sekarat tanpa cahaya
kutanyakan kepada gadis-gadis telanjang
dan sahabat segelas minuman beraroma
namun tak juga kutemukan
kau

(Malang, 11 Desember 2004)

Komentar

Postingan Populer