Langsung ke konten utama

Unggulan

Matahari, Koran, Pabrik Gula

 Mengayun pedal sepeda lagi, seperti ini seperti membuat jedah pada rutinitis. Bisakah saya bertanya kenapa kita membuat rutinitas, shidup, yang seperti pattern hidup, atau seperti kereta yang akan bergerak dengan deras hanya pada relnya... Ternyata kehidupan memang seluas-luasnya.. tapi kita hidup pada lingkungan yang menurut saya sangat terbtas. Apakah pada kerumuan orang di pasar apakah, kita mengenalnya, setidaknya bertegur sapa. Setiap papas yang berlintas pada jalan, apakah kita mengenalnya... bukankah anak adam ini begitu melimpahnya.. bayangkan bila kita diluar arena, misal kita d uar negeri, tiba-tiba kita bertemu dengan orang Indonesia.. pertemuan itu akan begitu berarti

Pulang Kampung


Hari sudah pagi
Namun sudah tak sedingin legit-legit masa kecil
Bertelanjang berlari disamping jungkat-jungkit sumur
Berderik menari bersama kabut

Masih pukul enam
Jendela pun sudah terbuka
Ayam juga membuka mata
Kusilangkan kakiku bersendekap
Di batur pinggir jalan
Menanti yuk Nah mengayuh jengkinya buru-buru
Dengan bajunya yang kuyu-kuyu
Minyak wanginya kembang tujuh

Masih juga hijau sawah itu
Meskipun tak seluas dulu
ketela pohon diselanya selalu kubawa ke barong-barong dulu
Dibakar dengan daun bambu
Asapnya berkepul menyantapnya buru-buru

Rumah Si Mbah berganti rupa
bergaya ala eropa
tak ada gabah yang menghias ruang tamunya
Dan rumah tetangga berjubel menyisa pantatnya
Rumahku sudah tak berlumut abu-abu
Warnanya abg orange oke

Namun Si Mbah tampak semakin tua
Pipinya bergelayut manja
seperti lelah dengan hidupnya

Adik-adikku mulai berubah tingkah
Emil anak bule’ku berlari-lari sembunyi dibalik si Mbah
Takut melihat aku
Mungkin tak pernah bertemu

(Malang, 27/07/04)

Komentar

Postingan Populer