Langsung ke konten utama

Unggulan

Matahari, Koran, Pabrik Gula

 Mengayun pedal sepeda lagi, seperti ini seperti membuat jedah pada rutinitis. Bisakah saya bertanya kenapa kita membuat rutinitas, shidup, yang seperti pattern hidup, atau seperti kereta yang akan bergerak dengan deras hanya pada relnya... Ternyata kehidupan memang seluas-luasnya.. tapi kita hidup pada lingkungan yang menurut saya sangat terbtas. Apakah pada kerumuan orang di pasar apakah, kita mengenalnya, setidaknya bertegur sapa. Setiap papas yang berlintas pada jalan, apakah kita mengenalnya... bukankah anak adam ini begitu melimpahnya.. bayangkan bila kita diluar arena, misal kita d uar negeri, tiba-tiba kita bertemu dengan orang Indonesia.. pertemuan itu akan begitu berarti

Kesenyapan Langit















Sejenak kukecap sebelingsat senja
Meskipun awan menggulung hitam mendekat pelan
Menuntunku dalam kesenyapan langit
Maka kurindukan dirimu ketika dunia tak lagi dipercaya
Kerinduan entah kapan lagi bisa dipuaskan?

Maka engkau berkata kepadaku:
Mengapa kau membiarkan mereka mencuci air matanya

Kesenyapan langit tak pernah membara.
tak butuh air mata mereka
air mata hanya pemberi paras ketidakberdayaan
menjelma kutukan-kutukan tak berkesudah
pedang-pedang para pengecut

Tak sanggupkah mereka menatap teror dengan senyum
Seperti engkau, aku, beradu mata meraut wajah meraut bibir
Tak sanggupkah mereka menatapnya
Seperti kedamaian embun yang memberimu roh

Kesenyapan langit
Aku datang kepadamu
Bersama orang –orang tak berair mata
melahap teror selezat kau lahap genangan basah dipipi mereka

(Malang, 3/10/2004)

Komentar

Postingan Populer