Langsung ke konten utama

Unggulan

Matahari, Koran, Pabrik Gula

 Mengayun pedal sepeda lagi, seperti ini seperti membuat jedah pada rutinitis. Bisakah saya bertanya kenapa kita membuat rutinitas, shidup, yang seperti pattern hidup, atau seperti kereta yang akan bergerak dengan deras hanya pada relnya... Ternyata kehidupan memang seluas-luasnya.. tapi kita hidup pada lingkungan yang menurut saya sangat terbtas. Apakah pada kerumuan orang di pasar apakah, kita mengenalnya, setidaknya bertegur sapa. Setiap papas yang berlintas pada jalan, apakah kita mengenalnya... bukankah anak adam ini begitu melimpahnya.. bayangkan bila kita diluar arena, misal kita d uar negeri, tiba-tiba kita bertemu dengan orang Indonesia.. pertemuan itu akan begitu berarti

Kekasihku




Kekasihku. Sekalah butiran embun disayapku selagi manis madu, susuplah
karena malam penghabisan yang menghujam mataku sebentar lagi datang
dan air mata itu akan menjadi kemarau kering dan begitulah seharusnya
Kesenyapan. Ketiadaan dilahirkan bertuan kegelapan
yang ada hanya basmallah-basmallah

Kekasihku. Kan kujemput kau di taman kota
disaat jarum awan memutih tak berkabut
maka aku akan datang berkemeja hijau tanpa jubah
dan pakailah kebaya bunda dan sejumput renda
kemudian tanggalkan dihadapku

Kekasihku. Tak kutinggalkan sehelai rambut pun
yang kau tunggu di rumah bidan dan dikamar penghabisan
yang tersisa hanyalah ludah yang mengulummu di sepanjang senja
karena sayapku patah berkelahi dengan taji mereka

kekasihku. Senyummu tetaplah kau gantung di ruang tamu
karena malam penghabisan menjemputku pukul sepuluh

(Malang, 17-08-2004)

Komentar

Postingan Populer