Langsung ke konten utama

Unggulan

Matahari, Koran, Pabrik Gula

 Mengayun pedal sepeda lagi, seperti ini seperti membuat jedah pada rutinitis. Bisakah saya bertanya kenapa kita membuat rutinitas, shidup, yang seperti pattern hidup, atau seperti kereta yang akan bergerak dengan deras hanya pada relnya... Ternyata kehidupan memang seluas-luasnya.. tapi kita hidup pada lingkungan yang menurut saya sangat terbtas. Apakah pada kerumuan orang di pasar apakah, kita mengenalnya, setidaknya bertegur sapa. Setiap papas yang berlintas pada jalan, apakah kita mengenalnya... bukankah anak adam ini begitu melimpahnya.. bayangkan bila kita diluar arena, misal kita d uar negeri, tiba-tiba kita bertemu dengan orang Indonesia.. pertemuan itu akan begitu berarti

Transisi

1
Lamat-lamat terdengar angin menyisir
pohon-pohon bambu bergemeretak, daun jatuh

Aku memandang padi-padi bergelombang, bermain-main dengan angin dan pipit
petani berlari membawa carang*
berteriak: “husyah…”
pipit berhamburan
aku lelap dalam rerumputan

2
Tiba-tiba suara gemuruh membangunkanku
terik matahari buat telapak kakiku melepuh
kaosku basah dan bau
aku tak tahu,
aku dimana

Aku tak pernah melihat jalan-jalan pada terbang, menelikung panjang di cakrawala
Rumah-rumah mungil bercat biru berbaris rapi, tapi serasa tak berpenghuni
kemudian orang datang bersepatu hitam dan berdasi
aku tak mengenal ia, kuberanikan saja bertanya: “Bapak tahu rumah saya”
ia mengeleng, kemudian buru-buru pergi

Agustus 2005

Cat* carang adalah nama ranting pohon bambu yang diambil dari bahasa daerah penulis di Sidoarjo

Komentar

Postingan Populer