Sejumput Rindu
--Beberapa hari setelah bom Bali II
Tuhan, ini murkamu ataukah kasihmu?
Sejumput rindu yang diterbangkan anginmu
berkecambah meliuk dalam gelap, merangkak mencari sosokmu
harum jejakmu berkelok tapi tak pernah terhirup penuh
hingga kami selalu salah sentuh
Kami adalah kecambah-kecambah menangis
laksana bocah yang ditinggal bunda
diantara kerumunan orang-orang yang tak dikenalnya
berteriak memanggil-manggil dalam debar jumpa
Terkadang kami mencoba melukismu
mengaduk-aduk gemawan yang kental di langit yang memerah
berharap menemukan sepercik parasmu
biar dapat kami tunjukkan kepada mereka: “Inilah Tuhanku, juga Tuhanmu,
sujudlah engkau dihadapnya”
tapi kami seperti berteriak kepada orang tuli
mereka masih saja khusuk melantunkan kuasnya
Setiap sore
kami membunuh mereka satu persatu
langit merah mendadak gelap
parasnya lenyap, kami ditikam tangis mereka
Tuhan, ini murkamu ataukah kasihmu?
Singosari, Oktober 2005
Tuhan, ini murkamu ataukah kasihmu?
Sejumput rindu yang diterbangkan anginmu
berkecambah meliuk dalam gelap, merangkak mencari sosokmu
harum jejakmu berkelok tapi tak pernah terhirup penuh
hingga kami selalu salah sentuh
Kami adalah kecambah-kecambah menangis
laksana bocah yang ditinggal bunda
diantara kerumunan orang-orang yang tak dikenalnya
berteriak memanggil-manggil dalam debar jumpa
Terkadang kami mencoba melukismu
mengaduk-aduk gemawan yang kental di langit yang memerah
berharap menemukan sepercik parasmu
biar dapat kami tunjukkan kepada mereka: “Inilah Tuhanku, juga Tuhanmu,
sujudlah engkau dihadapnya”
tapi kami seperti berteriak kepada orang tuli
mereka masih saja khusuk melantunkan kuasnya
Setiap sore
kami membunuh mereka satu persatu
langit merah mendadak gelap
parasnya lenyap, kami ditikam tangis mereka
Tuhan, ini murkamu ataukah kasihmu?
Singosari, Oktober 2005
Komentar