Langsung ke konten utama

Unggulan

Matahari, Koran, Pabrik Gula

 Mengayun pedal sepeda lagi, seperti ini seperti membuat jedah pada rutinitis. Bisakah saya bertanya kenapa kita membuat rutinitas, shidup, yang seperti pattern hidup, atau seperti kereta yang akan bergerak dengan deras hanya pada relnya... Ternyata kehidupan memang seluas-luasnya.. tapi kita hidup pada lingkungan yang menurut saya sangat terbtas. Apakah pada kerumuan orang di pasar apakah, kita mengenalnya, setidaknya bertegur sapa. Setiap papas yang berlintas pada jalan, apakah kita mengenalnya... bukankah anak adam ini begitu melimpahnya.. bayangkan bila kita diluar arena, misal kita d uar negeri, tiba-tiba kita bertemu dengan orang Indonesia.. pertemuan itu akan begitu berarti

Jalan-jalan ke Pekarangan

:untuk Eko

1
Sepertimu, aku belajar kepada mata siang
menyalin dan membiakkan nyala remang.
Membenci burung sayap hantu, gigi gagak
di pelataran malam, waktu mereka semedi
dan berembug setan.

2
Tapi kata bapak, siang tak selamanya bersahabat
dengan cicak. Seperti pohon randu yang diam-diam
berkuku, menyembunyikan batangnya yang gembur
dan ranum. Menakuti kecoak iseng yang ingin berteduh.

3
Duhai mimpi, tak pernah ada mengaku siapa berkirim.
Seperti jari-jari langit yang gemas terulur dan pergi,
ke batas perigi ingatan yang kembang-kempis
yang pernah dihuni sepasang kekasih paling tua:
adam dan hawa.

4
Katamu, “bersabarlah, ia akan memberimu jalan mungil ke pakarangan!”

5
Adakah lebih manis dari siksa menghitung domba sebelum tidur?
Berpagut-pagut waktu mengaum, mencibir penantian mungkin juga
perjalanan dari kasur ke kasur. Pekarangan mengabur di antara
ada dan tidak, gelap-terang, jauh-dekat. Kulemparkan saja kailku
sebab aku cinta –kata rombeng yang menyimpan dusta,
ke kuburan, ke plasa, ke minimarket kata-kata.

2007

Komentar

Postingan Populer