Jalan-jalan ke Pekarangan

:untuk Eko

1
Sepertimu, aku belajar kepada mata siang
menyalin dan membiakkan nyala remang.
Membenci burung sayap hantu, gigi gagak
di pelataran malam, waktu mereka semedi
dan berembug setan.

2
Tapi kata bapak, siang tak selamanya bersahabat
dengan cicak. Seperti pohon randu yang diam-diam
berkuku, menyembunyikan batangnya yang gembur
dan ranum. Menakuti kecoak iseng yang ingin berteduh.

3
Duhai mimpi, tak pernah ada mengaku siapa berkirim.
Seperti jari-jari langit yang gemas terulur dan pergi,
ke batas perigi ingatan yang kembang-kempis
yang pernah dihuni sepasang kekasih paling tua:
adam dan hawa.

4
Katamu, “bersabarlah, ia akan memberimu jalan mungil ke pakarangan!”

5
Adakah lebih manis dari siksa menghitung domba sebelum tidur?
Berpagut-pagut waktu mengaum, mencibir penantian mungkin juga
perjalanan dari kasur ke kasur. Pekarangan mengabur di antara
ada dan tidak, gelap-terang, jauh-dekat. Kulemparkan saja kailku
sebab aku cinta –kata rombeng yang menyimpan dusta,
ke kuburan, ke plasa, ke minimarket kata-kata.

2007

Komentar

Postingan Populer