Potret serdadu di ruang tamu

\\ Kau tampak pantas dengan rambut berpotong cepak dan seragam
yang lengkap dengan pangkat dan lencana itu.\\

Masih kuingat kau menyepak bola plastik di lapangan kecil
di pinggir kampung kita. Sore itu kau berhasil membobol
gawangku berulangkali.“Siapa yang paling jago,” teriakmu,
sambil berkacak pinggang menghadapku. Tapi aku masih percaya diri,
merasa lebih pandai, karena tak pernah tinggal kelas sepertimu.

Sering ayahmu marah-marah, karena kau tak pernah berangkat
mengaji ke mushola, kemudian memukul kakimu dengan sebatang
sapu lidi, jika begitu kau hanya nyengir kesakitan, setelah itu kau pamerkan,
memar luka itu kepadaku.

\\ Ayahmu sering bercerita kepadaku, juga kepada bapakku, tentang kau,
yang sekarang pandai memegang senapan, tak takut ular, gemar keluar
masuk hutan.\\

Sewaktu SMA dulu, kau sering tak pulang ke rumah, ayahmu sering
menjumpai kau mabuk di pos kamling malam-malam. Esok hari bisa ditebak,
kau tak masuk sekolah. Tapi yang paling buat ayahmu geleng-geleng kepala
adalah saat menjemputmu dua kali di kantor polisi. Yang pertama gara-gara
berkelahi ramai-ramai, yang kedua, berbalapan liar ditengah malam.
Saat itu kau berkata sangat membenci mereka, yang mengenalkanmu
pada bau pesing penjara, meski begitu ayahmu tetap saja harus
mengucak uang disakunya.

Setamat sekolah, aku hanya bisa berangan untuk kuliah, tapi masih beruntung
dapat bekerja di pinggir kota, sebagai tenaga serabutan di bengkel pengecatan.
Kudengar kau mendaftar sebagai serdadu, tapi berkali-kali gagal. Tapi kau masih
saja punya semangat dan ayahmu pun juga bertekad: dijualah sawahnya beberapa
petak saja, buat mengongkosimu tunai menjadi lelaki kebanggaan keluarga.

\\ Memandang potretmu, selalu saja aku teringat kejadian di kampung saat itu.
Peluru-peluru nyasar, melukai orang-orang yang bersengketa dengan tanah.
Mereka berteriak histeris dan mengutuk orang-orang sepertimu.\\

Idul fitri yang lalu aku bertemu denganmu, tampak dari jauh kau seperti
membusungkan dada. Orang-orang bergantian menjabat tanganmu.
Aku sapa saja kau meski ada rendah diri yang berkecamuk di mata:
“Kau sekarang tugas dimana?” kau hanya menjawab dengan senyum yang gagah.

Oktober 2007

Komentar

Postingan Populer