Antologi Puisi Menolak Korupsi

 photo IMG_0181copy_zps0ab4eeda.jpg
Ikut berpartisipasi memeriahkan antologi Puisi Menolak Korupsi 2 yang diterbitkan Forum Sastra Surakarta yang dimotori penyair Sosiawan Leak. Dalam kumpulan ini ada sekitar kurang lebih 199 penyair yang berasal dari berbagai daerah dan dari berbagai profesi yang berkarya pada satu tema yang sama yaitu menolak korupsi. Antologi ini terdiri dari 2 jilid buku. Diterbitkan September 2013. Sedangkan saya menulis satu puisi yang terbilang sangat panjang bila dibandingkan puisi-puisi saya sebelumnya. Saya beri judul Mengigau di Depan Televisi. Selengkapnya bisa dibaca.

Mengigau di Depan Televisi
sungguh kami sedang tidak mempercayai
dengan berita di koran dan televisi. ketika
banyak orang tumpah ruah dijalanan, sembari
mengokang senjata atau meraut sebilah anak
panah. sungguh kami melihatnya seperti sebuah
perayaan syahdu dengan pekik sorak.

telah lama kami tak menjumpa saat seperti itu,
semenjak kabar macam satwa dikabarkan
telah punah. dan sekarang hanya ditemukan
wujudnya di museum dan dibuku mewarnai.

semenjak kami telah menugal parang dan linggis.
ketika huma wasiat eyang buyut kami telah
kami gadai dengan bawang impor dan rawit sekedarnya.
dengan sekerat empal sapi impor bila kami tak sabar
menanti jatah empal kurban setahun sekali.

semenjak merawat huma, mengucak gabah
hanya elok tercetak digambar kartu pos dan
dikanvas kuas perupa.  

huma yang telah menjadi pemukiman,
sentra industri atau bilik mengaduk kopi
sembari membolak-balik handphone.
sembari memotret diri sendiri. cisss!...

telah lama kami tak menjumpa saat seperti itu.
semenjak kami sibuk memutar deru mesin industri,
sejak subuh hingga gelap tiba. betapa karibnya
kami dengan roda, geligi, oli, dan jarum jam.
pun soal efisiensi dan tenggat kejar pesanan.

kesibukan yang hampir melupakan
istri kami yang telah lama tak dirayu atau
sekedar berdua bersandar dibangku taman,
ngegombal kisah cinta majnun.   

kesibukan yang hampir melupakan
kami telah punya putra yang terus tumbuh.
tanpa sempat kami menyaksikannya riang
belajar mengeja kata dan gemetarnya ia
menjejak pertama telapak kakinya ke tanah.

hampir-hampir kami tak bisa menghindar,
seperti sebuah jebakan terencana yang membuat
kami tak punya pilihan hidup.

saksikanlah kami yang telah kuyu di ambang
petang, terhuyung dikemacetan jalan dengan
sepeda angsuran yang belum terbayar. mengular
berdesakan seperti etalase kendaraan dengan
suguhan sirkus dan khotbah singkat.

saksikanlah kami yang telah kuyu terhuyung
didepan televisi. sembari membayangkan
betapa sedap memiliki rumah dengan garasi
dan kolam ikan koi. membayangkan dengan iri
pemilik rumah yang bekerja sebagai
ahli mendelik dan mengucur air mata sedih.

terlebih betapa kami iri kepada pencuri
yang tertangkap akhir-akhir ini didalam televisi.
mencuri berkoper-koper duit dengan jumlah
yang dapat meledakkan mesin kalkulator.
duit dengan jumlah yang tak bisa dibayangkan
panjangnya bila dijajar. tetapi masih lengang
berjalan tak merasakan tinju geram massa bahkan
bisa melambaikan tangan dengan senyum telenovela.
bahkan dapat menonton tenis bila bosan di penjara.
bahkan dapat membawa kulkas, pendingin udara
dan pembantu rumah tangga di dalam penjara.

betapa kami iri. terlebih duitnya dapat menyihir
para perempuan dari berbagai jenis koleksi majalah,
koleksi film dan televisi, koleksi pelajar
dan mahasiswa hingga biduan kembang desa.
duit yang membuat mereka megap tak berdaya,
kancut yang telah lupa letak pakainya atau jadi
bini kedua, ketiga dan seterusnya.

betapa kami iri mereka pencuri yang sedang asik
belanja di toko raksasa dengan parfum dan
pembersih udara. yang pintu, undakan dan lantainya
dapat bergerak sendiri. toko raksasa yang tak mengharuskan
membayar dengan uang tunai. kemudian memborong barang
yang kami bingung guna dan manfaatnya. dan mustahil
kami menghitung-membandingkan dengan upah kami.

betapa kami iri kepada mereka pencuri yang sedang asik
berwisata ke negara tetangga atau negara yang cuma kami
tahu dalam peta secara cuma-cuma. diongkosi negara
dengan alasan studi kemiskinan, perbandingan kebangkrutan,
alih cerdik korupsi dan metode berhutang. setiap tahun kami
hanya bisa meringis mengencangkan pinggang.

betapa kami iri kepada mereka di depan televisi.
di depan televisi yang membuat kami sering setengah pulas.
di depan televisi yang kadang membuat kami mengigau,
dan setengah meracau perihal saat musim arak-arakan
masa lampau, ketika banyak orang percaya diri
mencetak besar-besar potretnya di pojok halaman pasar.
tiba-tiba menjadi dermawan berbagi nasi kotak
dan bungkusan kaos bergambar. membagi selembar
uang kertas dan meneriakkan yel-yel sembari
mengepal tangan dengan gocekan dangdut.
bermufakat tentang masa depan dan merasa
peduli dengan ketimpangan kami.
mendadak mereka seperti kawan akrab.

setengan pulas itu kami tiba-tiba tersentak,
oleh gempal gahar hewan pengerat yang kurang ajar
nyelonong di kolong kolor. tiba-tiba tersentak
dengan berita di koran dan televisi yang meliput
keanehan dari beberapa orang di ruang sidang
pengesahan peraturan pesanan pemilik modal,
di ruang rapat anggaran hura-hura, di ruang salon
dan make-up biduan goyang angin topan.
di bilik massage pembesar daging zakar.

orang-orang yang mendadak berubah ganjil.
sebagian berbulu dan melenguh. sebagian
mencak-mencak di meja dan kerap menggoda
melorot kemben wanita. sebagian mencericit
dan lihai mengkerikiti perihal apapun.

ruang-ruang, bilik-bilik, dan kamar-kamar itu heboh
kemudian tumpah ruah ke jalan raya. ke halaman
mall dan pusat perbelanjaan. ke gang kampung,
lahan terbuka, dan taman kota. berduyun-duyun
limpahan orang memburu aneka satwa itu. gembira
mengejar dan juga menghajar satwa liar pun yang jinak
dan korengan. menunjek dan menombak satwa
pilihan. betapa syahdu mereka merayakan perburuan.

sebagian menikmati pangganganya dengan lada dan
kecap manis, sembari mengingat dulu mereka gemar
mempermainan harga empal tipis. sebagian membuatnya
menjadi awetan untuk pajangan di musem moral. sebagian
menjadikannya mumi untuk halaman sejarah pertiwi.
sungguh kami sedang tidak mempercayai
dengan berita di koran dan televisi akhir-akhir ini.

 Sumokali 2013

Komentar

Postingan Populer