Sajak yang Dimuat Kompas, 3 Maret 2013

 photo _MG_0591copy_zpsedad8bde.jpg


Tualang Kopi
di lengan dedahan pokok
kami pentil tersabar, mendongak
dan melongok pada tingkap petang antariksa.
sembari merapal doa dan tafakur – akan segera tiba,
akan segera tiba meninggalkan muasal menuju tualang.
sungguh ini tak sekedar perjalanan ketertundukan.
seperti suratan pengembara tersedak buah
pada jakun dan payudara. atau ngilu leher
kambing kurban pada meja persembahan.

akan segera tiba mereka menjemput,
yang mengasah taring dan pisau kuku
dan memburaikan liur geraham.
yang berkelebat pada gelap samar bulan,
seperti mekar kelelawar yang menawar rasa lapar
atau cakar musang mengintip daging merah pilihan.
mencicipi manis-getir sari sari.

maka kami jalani kodrat tamasya
dalam kerongkongan dan jeroan.
atau kami akan tengadah dalam jemuran pekebun,
merelakan sebagian dari badan disesap matahari
hingga kisut-kusut langsai. hingga sampai-sampai,

di tangan pekebun itu kami tergelincir
di pinggir tubir ujung jari asap limpahan
penuhi wajan penggorengan dan seisi bedeng.
masak-masak! gulingkan gulingkan.
agar bara blarak hantarkan gurih menir,
dan cukilan kambil merasuk ke daging.
sutil yang meratakan uap panas tungku
menguningkan kuku dan mensoklatkan kami,
yang kian renyah terpanggang dan meronggong.

adakah gosong telah menjadikan kami hamba
bebijian tabah yang terpilah dalam tampah,
akan sempurna dalam penggilingan atau
tumbukan lesung alu.

sungguh kami telah girang terhidang dalam perjamuan,
bersamamu, ketela goreng dan serbuk susu
dan seseorang di seberang yang bersikeras
menulis sajaknya yang kian gagu.

2012

Genduk

engkau yang kerap membuat cemas,
gumukmu menyaji lugas

kami yang tertahan di ujung ubun,
yang mengencangkan panggul

engkau sabetan kuas nan lancip
melengkung ke tingkap birahi

kami pemain harpamu,
menyentil senar ke ujung susup

engkau perigi yang diselipi kantil,
juga kenanga yang merawat rahasia

kami perajin gerabah,
mengaduk liat hasrat ke ujung mega

engkau selapis ketan,
yang tersaji klimis bersama parutan

kami jemari yang mengelus pelan,
lembah bakung mahkotamu

engkau irisan pepaya,
yang menghenyakkan watas purba

kami pengendara tersesat,
diujung sempit alis matamu

2012

Taksidermi Kata
              ~ Meminjam Lukisan Berburu Bantengnya Raden Saleh

keributan dalam celah kalimat sebuah sajak:

belum menutup benar matanya yang binal,
ketika kami menohokkan sebuah tumbak
ke pundaknya yang berlemak. seketika badan
segarnya terjungkal ke arah kanan.
dengan gemetar kami seret dagingnya
dari gelanggang, saat petang lengang itu.

dengan kesabaran petapa, antara diam dan mendaras
kami menunggu yang hendak tampak bergegas.
menguar keras dalam bahasa. berkelebat dalam
benak, yang bersembunyi dalam alam rasa.
yang tiba-tiba menyeruduk ke arah muka,
kami mengelak-menjeratnya dengan kelihaian pencak,
sigap kuda-kuda.

di pendapa, badan sintalnya kami gantung.
kami garit lambungnya agar pisah jeroan dengan kulitnya.
kami samak tampangnya agar bertengger sangar dalam kaca.
mengkilap dalam kalimat, berkacak dalam sajak.

2012

Komentar

Postingan Populer