Berpartisipasi di Jurnal Lembah Biru Vol 05 2010

Photobucket

Photobucket


Mandi di Rumah Raja Ali Haji
a
setelah mandi dirumahmu bapak, badanku jadi meriang,
luka masih saja suka datang tanpa mengucap salam,
terus saja menumpuk dan terlupakan: “ternyata aku
sering terluka di jalan-jalan mungil ini, bahkan aku menikmati
nyerinya dan tak tahu kapan menyembuhkannya,
ia sangat menggoda” .

b
pantaskah aku mengatakan: “I’m lucky man”
hanya karena aku pernah mengucapkan kalimat dari
rongsokan silsilah. kemudian pura-pura menjadi penyair,
punya sayap kecil di punggung seperti burung,
menyusuri langit dan hinggap kemana aku suka,
biar aku gemar menduga-duga: “ternyata aku bukan
milikku sendiri?”, setelah itu ada bisik: “Ada yang rindu,
gemas ingin mempermainkanmu”.

c
langit dengan perabotannya: perlukah aku harus menangis,
bukannya aku tak bisa menangis, bukan juga aku tak mampu
mencuri air mata, tapi telah lama aku tidak bersedih. terus –
menerus asik menjadi binatang melata yang seksi, padahal
telah lama aku mendengar kita akan menjadi zombi.

d
mereka berbohong kepadaku, dengan mengatakan:
“hidup ini tak bertepi”, saat ku mandi dirumahmu
bapak, hidup seperti semangkuk sup ayam lezat siap
disantap. tapi selalu saja ada yang menawariku selautan
mi ayam. mau?

Agustus 2007


Menanam Pohon Manggatak ada alasan lain lagi
untuk aku menitikkan air mata.
yang ingin kulakukan sekarang hanyalah
menanam pohon mangga.
melihatnya tumbuh membesar.
menatapi pucuk-pucuk daunnya
yang mengembang.

kemudian aku akan mencukur rapi
rumput dibawahnya.
meletakkan bangku sederhana disana.
setelah itu aku akan tertidur,
mengerami waktu, menanti buah kebahagian.

saat itu mungkin kamu sudah lupa
pernah meminjam dadaku sekian lama.
tempat kamu merias, melentikkan bulu mata,
menambal bekas jerawat di wajah.
yang sekarang telah bopeng,
penuh lubang bekas galian yang ditinggalkan.
sungguh aku tak ingin memintanya kembali
dan semoga kamu berbahagia.

menatapi kelahiran, awal mula perasaan cinta.
aku seperti dikepung pengkhianatan.
menjelang ketiadaan, ketika kulit-kulit rontok,
aku merasa ditengah ketidakberdayaan.
adakah perasaan yang menentramkan
seperti suara anak-anak yang berkejaran?

siapun disana yang mendengar,
yang menertawakan dan mengucap sedu sedan.

atau aku memang menanam pohon mangga saja.
biar kelak kupinta kepadanya
mengajariku berbuah yang benar.,
menggugurkan daun-daunnya tanpa jeritan.

2011


Kekasihku 32: 14 Februari
aku menciummu tepat didahi
dengan segenap tenaga dan cinta
yang menggema. kemudian melihatmu
membuka mata. tersenyum kepadaku.


Kekasihku 32: Yang Pernah Singgah di Kepala Kita
kita berjalan di pinggiran taman
memandang jauh kerat daun
dan gumpalan awan.
duduk dibangku, melepas lelah.
membincangkan hal-hal kecil
menatap bocah-bocah berlarian
kemudian menghambur kepada kita.

saat hari semakin gelap kita menggandengnya
pulang menuju rumah kita yang sederhana.

Komentar

Postingan Populer