Apresiasi Puisi "Tualang Kopi"

 photo N05414_10_zps4f76b206.jpg
Artist: Pierre Bonnard (1867-1947) | Title: Coffee Le Café | Date: 1915 | Medium: Oil paint on canvas | Dimensions support: 730 x 1064 mm | Frame: 948 x 1282 x 95 mm | Collection: Tate

Tulisan ini saya ambil dari www.academia.edu . Tentu saja saya sangat berterimakasih dengan saudara Galih Pangestu Jati yang telah menelaah sajak saya begitu detail. Selamat Mencerna.
___________________________________________________________________
SAJAK “TUALANG KOPI” KARYA FERDI AFRAR:
KAJIAN STRUKTURALISME

OLEH
GALIH PANGESTU JATI
12/334583/SA/16478

SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013

1. Sajak “Tualang Kopi” Karya Ferdi Afrar

Tualang Kopi
di lengan dedahanan pokok
kami pentil tersabar, mendongak
dan melongok pada tingkap petang antariksa.
sembari merapal doa dan tafakur – akan segera tiba,
akan segera tiba meninggalkan muasal menuju tualang.
sungguh ini tak sekedar perjalanan ketertundukan.
seperti suratan pengembara tersedak buah
pada jakun dan payudara, atau ngilu leher
kambing kurban pada meja persembahan

yang segera tiba mereka menjemput,
yang mengasah taring dan pisau kuku
dan memburai liur geraham.
yang berkelebat pada gelap samar bulan,
seperti mekar kelelawar yang menawar rasa lapar
atau cakar musang mengintip daging merah pilihan.
mencicipi manis-getir sari-sari.

maka kami jalani kodrat tamasya
dalam kerongkongan dan jeroan.
atau kami akan tengadah dalam jemuran perkebun,
merelakan sebagian dari badan disesap matahari
hingga kisut-kisut langsai. hingga sampai-sampai,

di tangan perkebun itu kami tergelincir
di pinggir tubir ujung jari asap limpahan
penuhi wajan penggoreng dan seisi bedeng.
masak-masak! gulingkan gulingkan.
agar bara blarak hantarkan gurih menir,
dan cukilan kambil merasuk ke daging.
sutil yang meratakan uap panas tungku
menguningkan kuku dan mencoklatkan kami.
yang kian renyah terpanggang dan meronggong

adakah gosong telah menjadikan kami hamba
bebijian tabah yang terpilah dalam tampah,
akan sempurna dalam penggilingan atau
tumbukan lesung alu.

sungguh kami telah girang terhindar dalam perjamuan,
bersamamu, ketela goring dan serbuk susu
dan seseorang di seberang yang bersikeras
menulis sajaknya yang kian gagu.

2012


2. Unsur-unsur bunyi dalam sajak “Tualang Kopi” karya Ferdi Afrar
Secara keseluruhan sajak “Tualang Kopi” karya Ferdi Afrar ini bercerita tentang proses yang dilalui butiran kopi dari mulai masih berbentuk buah hingga diseduh menjadi secangkir kopi.
Bait pertama dalam sajak ini bercerita tentang proses buah kopi dari masih menjadi bunga hingga menjadi buah masak dan siap untuk dipetik. Pada bait ini banyak dominasi bunyi-bunyi konsonan berat, yakni bunyi konsonan b, g dan d. Selain itu dalam bait ini juga didominasi bunyi vokal berat a, o dan u. Dalam baris pertama terlihat bunyi konsonan berat d pada kata /di/ dan /dedahan/. Kemudian terlihat pula bunyi vokal berat a dan o seperti yang terlihat pada kata /lengan/, /dedahan/, dan /pokok/. Baris kedua terlihat bunyi konsonan b dan d pada kata /tersabar/ dan /mendongak/. Selain itu, bunyi vokal berat a dan o juga terlihat dalam baris ini, yakni pada kata /kami/, /tersabar/, dan /mendongak/. Dalam baris ketiga terdapat bunyi konsonan berat d pada kata /dan/ dan /pada/. Kemudian terlihat pula bunyi vokal berat a dan o pada kata /dan/, /melongok/, /pada/, /tingkap/, /petang/, dan /antariksa/. Baris keempat terlihat bunyi konsonan berat b dan d pada kata /sembari/, /doa/, /segera/, /tiba/ dan terdapat bunyi vokal berat a, o dan u pada kata /sembari/, /merapal/, /doa/, /dan/, /tafakur/, /akan/, segera/, dan /tiba/. Baris kelima terlihat bunyi konsonan berat g dan b pada kata /segera/, /tiba/, /meninggalkan/. Selain itu juga terdapat bunyi vokal berat a dan u yang terlihat pada kata /akan/, /segera/, /tiba/, /meninggalkan/, /muasal/, /menuju/, dan /tualang/. Baris keenam terlihat bunyi konsonan berat g, d, dan b pada kata /sungguh/, /sekedar/, dan /ketertundukan/. Kemudian bunyi vokal berat u dan a juga terlihat pada baris ini, terlihat pada kata /sungguh/, /tak/, /sekedar/, /perjalanan/, dan /ketertundukan/. Baris ketunjuh juga terlihat bunyi konsonan berat g, d, dan b terlihat pada kata /pengembara/, /tersedak/, /buah/, dan bunyi vokal berat a dan u terlihat pada kata /suratan/, /pengembara/, /tersedak/ dan /buah/. Baris kedelapan terlihat bunyi konsonan berat d pada kata /pada/, dan/ dan /payudara/. Selain itu juga bunyi vokal berat a dan u terdapat pada kata /pada/, /jakun/, /dan/, /payudara/, /atau/, dan /ngilu/. Baris kesembilan terdapat pula bunyi konsonan berat b dan d pada kata /kambing/, kurban/, /pada/, dan /persembahan/. Selain itu juga terdapat bunyi vokal berat a dan u pada kata /kambing/, /kurban/, /pada/, /meja/, dan /persembahan/. Perpaduan antara bunyi vokal berat dan bunyi konsonan berat pada bait pertama ini untuk menggambarkan adanya kepasrahan kami (kopi) pada proses panjang kami (kopi) dari masih menjadi bunga hingga menjadi buah yang matang dan siap untuk dipetik.
Pada bait pertama juga terdapat bunyi-bunyi liquida r dan l. hal ini terlihat pada kata /lengan/, /pentil/, /tersabar/, /melongok/, /antariksa/, /sembari/, /merapal/, /tafakur/, /segera/, /meninggalkan/, /muasal/, /tualang/, /sekedar/, /perjalanan/, /ketertundukan/, /suratan/, /pengembara/, /tersedak/, /payudara/, /ngilu/, /leher/, /kurban/, /persembahan/. Selain itu, pada bait pertama juga terdapat bunyi-bunyi vokal ringan e dan i seperti terlihat pada kata /di/, /lengan/, /dedahan/, /kami/, /pentil/, /tersabar/, /mendongak/, /melongok/, /tingkap/, petang/, /antariksa/, /sembari/, /merapal/, /segera/, /tiba/, /meninggalkan/, /ini/, /sekedar/, /perjalanan/, /ketertundukan/, /seperti/, /pengembara/, /tersedak/, /leher/, kambing/, /ngilu/, /meja/, /persembahan/. Bunyi-bunyi liquida dan bunyi-bunyi vokal ringan yang terdapat pada kata-kata tersebut berfungsi untuk menggambarkan adanya ketulusan dan keikhlasan kami (kopi) dalam menjalani proses dari menjadi bunga hingga menjadi buah yang matang dan siap untuk dipetik.
Pada bait kedua sajak “Tualang Kopi”, Afrar menceritakan kedatangan luwak yang akan memakan kami (kopi). Pada luwak akan datang dan memilih buah kopi yang terbaik untuk dimakannya. Dalam bait ini masih didominasi bunyi vokal berat dan bunyi konsonan berat. Pada baris pertama, terlihat bunyi vokal berat a dan u pada kata /akan/, /segera/, /tiba/, /mereka/, /menjemput/ dan bunyi konsonan berat g dan b pada kata /segera/, dan /tiba/. Baris kedua terdapat bunyi konsonan berat d pada kata /dan/, dan vokal berat a dan u pada kata /yang/, /mengasah/, /taring/, /dan/, /pisau/, dan /kuku. Baris ketiga terlihat adanya bunyi konsonan berat d, b, g yang terdapat pada kata /dan/, /memburai/, dan /geraham/. Selain itu juga terdapat bunyi vokal berat a dan u yang terlihat pada kata /dan/, /memburaikan/, /liur/, dan /geraham/. Baris keempat terdapat bunyi konsonan berat d, g, dan b yang terlihat pada kata /berkelebat/, / pada/, /gelap/, /bulan/ dan bunyi vokal berat a dan u yang terdapat pada kata /yang/, /berkelebat/, /pada/, /gelap/, /samar/, dan /bulan/. Baris kelima juga terlihat bunyi konsonan berat w pada kata /kelelawar/, /menawar/. Vokal berat a terlihat pada kata /mekar/, /kelelawar/, /yang/, /menawar/, /rasa/, /lapar/. Baris keenam terdapat bunyi konsonan berat g pada kata /daging/ dan bunyi vokal berat a dan u yang terlihat pada kata /atau/, /cakar/, /musang/, /daging/, /merah/, /pilihan/. Baris ketujuh masih terdapat bunyi konsonan berat g yang terlihat pada kata /getir/ dan bunyi vokal berat a yang terlihat pada kata /manis/, /sari/. Kombinasi antara bunyi konsonan berat dan bunyi vokal berat menggambarkan suasana kesedihan dan kepasrahan kami (kopi) pada luwak yang akan memakannya.
Di samping itu, dalam bait kedua ini juga terdapat bunyi-bunyi liquida l dan r yang terlihat pada kata /segera/, /mereka/, /taring/, /memburaikan/, /liur/, /geraham/, /berkelebat/, /gelap/, /samar/, /bulan/, /seperti/, /mekar/, /kelelawar/, /menawar/, /rasa/, /lapar/, /cakar/, /merah/, /pilihan/, /getir/, /sari/. Selain itu, pada bait kedua ini juga terdapat bunyi-bunyi vokal ringan e dan i seperti terlihat pada kata /segera/, /tiba/, /mereka/, /menjemput/, /mengasah/, /taring/, /pisau/, /memburaikan/, /liur/, /geraham/, /berkelebat/, /gelap/, /seperti/, /mekar/, /kelelawar/, /menawar/, /mengintip/, /daging/, /pilihan/, /mencicipi/, /manis/, /getir/, dan /sari/. Bunyi-bunyi liquida dan bunyi-bunyi vokal ringan yang terdapat pada kata-kata tersebut berfungsi untuk menggambarkan kegembiraan para luwak yang siap untuk memakan kami (kopi).
Kemudian bait ketiga menceritakan kepasrahan kami (kopi) pada takdir. Takdir kami (kopi) yang hanya akan dimakan luwak atau akan diproses menjadi serbuk kopi.
Pada baris pertama, terlihat bunyi vokal berat a dan o pada kata /maka/, /kami/, /jalani/, /kodrat/, /tamasya/ dan bunyi konsonan berat d pada kata /kodrat/. Baris kedua terdapat bunyi konsonan berat d pada kata /dalam/, /dan/, dan vokal berat a dan o pada kata /dalam/, /kerongkongan/, /dan/, /jeroan/. Baris ketiga terlihat adanya bunyi konsonan berat d, b yang terdapat pada kata /dalam/, /perkebun/. Selain itu juga terdapat bunyi vokal berat a dan u yang terlihat pada kata /atau/, /kami/, /akan/, /tengadah/, /dalam/, /jemuran/, /pekebun/. Baris keempat terdapat bunyi konsonan berat d, g, dan b yang terlihat pada kata /sebagian/, /dari/, /badan/, /disesap/, dan bunyi vokal berat a yang terdapat pada kata /merelakan/, /sebagian/, /dari/, /badan/, /disesap/, /matahari/. Baris kelima juga terlihat bunyi konsonan berat g pada kata /hingga/. Vokal berat a dan u terlihat pada kata /hingga/, /kisut-kusut/, /langsai/, /sampai/. Kombinasi bunyi-bunyi vokal berat dan konsonan berat pada bait ketiga berfungsi untuk menggambarkan kepasrahan dan kesedihan kami (kopi) pada takdir alam.
Bait keempat dalam sajak ini bercerita tentang proses buah kopi yang dipetik oleh para pekebun dijadikan menjadi serbuk kopi. Di sini biji kopi disangrai dalam wajan panas hingga warnanya menjadi coklat.
Pada bait ini banyak dominasi bunyi-bunyi konsonan berat, yakni bunyi konsonan b, g dan d. Selain itu dalam bait ini juga didominasi bunyi vokal berat a, o dan u. Dalam baris pertama terlihat bunyi konsonan berat d, b, dan g pada kata /di/, /pekebun/, dan /tergelincir/. Kemudian terlihat pula bunyi vokal berat a dan u seperti yang terlihat pada kata /tangan/, /pekebun/, /itu/, /kami/. Baris kedua terlihat bunyi konsonan g dan b pada kata /pinggir/ dan /tubin/. Selain itu, bunyi vokal berat u dan a juga terlihat dalam baris ini, yakni pada kata /tubin/, /ujung/, /jari/, /asap/ dan /limpahan/. Dalam baris ketiga terdapat bunyi konsonan berat g, b, dan d pada kata /penggorengan/ dan /bedeng/. Kemudian terlihat pula bunyi vokal berat u, a dan o pada kata /penuhi/, /wajan/, /penggorengan/, /dan/. Baris keempat terlihat bunyi konsonan berat g pada kata /gulingkan/ dan terdapat bunyi vokal berat a dan u pada kata /masak/, /gulingkan/. Baris kelima terlihat bunyi konsonan berat g dan b pada kata /agar/, /bara/, /blarak/, /gurih/. Selain itu juga terdapat bunyi vokal berat a dan u yang terlihat pada kata /agar/, /bara/, /blarak/, /hantarkan/, /gurih/. Baris keenam terlihat bunyi konsonan berat d, b, dan g pada kata /dan/, /kambil/, dan /daging/. Kemudian bunyi vokal berat a dan u juga terlihat pada baris ini, terlihat pada kata /dan/, /cukilan/, /kambil/, /merasuk/, dan /daging/. Baris ketunjuh juga terlihat bunyi vokal berat u dan a terlihat pada kata /sutil/, /yang/, /meratakan/, /uap/, /panas/ dan /tungku/. Baris kedelapan terlihat bunyi konsonan berat d pada kata /dan/. Selain itu juga bunyi vokal berat u dan a terdapat pada kata /menguningkan/, /kuku/, /dan/, /mencoklatkan/, /kami/. Baris kesembilan terdapat pula bunyi konsonan berat g dan d pada kata /terpanggang/, /dan/, /meronggong/. Selain itu juga terdapat bunyi vokal berat a dan o pada kata /yang/, /kian/, /renyah/, /terpanggang/, /dan/,  /meronggong/. Perpaduan antara bunyi vokal berat dan bunyi konsonan berat pada bait keempat ini untuk menggambarkan adanya kepasrahan kami (kopi) yang disangrai oleh para pekebun. Di sini kopi sebagai benda mati merasa menyerah dan tidak bisa berbuat apa-apa.
Pada bait keempat juga terdapat bunyi-bunyi liquida r dan l. hal ini terlihat pada kata /tergelincir/, /pinggir/, /tubir/, /jari/, /limpahan/, /penggorengan/, /gulingkan/, /agar/, /bara/, /blarak/, /hantarkan/, /gurih/, /menir/, /cukilan/, /kambil/, /merasuk/, /sutil/, /meratakan/, /mencoklatkan/, /renyah/, /terpanggang/, /meronggong/. Selain itu, pada bait keempat juga terdapat bunyi-bunyi vokal ringan e dan i seperti terlihat pada kata /di/, /pekebun/, /itu/, /kami/, /tergelincir/, /pinggir/, /tubir/, /jari/, /limpahan/, /penuhi/, /penggorengan/, /seisi/, /bedeng/, /gulingkan/, /gurih/, /menir/, /cukilan/, /kambil/, /merasuk/, /ke/, /daging/, /sutil/, /meratakan/, /menguningkan/, /kian/, /renyah/, /terpanggang/, /meronggong/. Bunyi-bunyi liquida dan bunyi-bunyi vokal ringan yang terdapat pada kata-kata tersebut berfungsi untuk menggambarkan kebahagiaan para pekebun yang memanen dan memasak biji kopi menjadi serbuk kopi.
Kemudian pada bait kelima berisi nasib kami (kopi) yang disortir oleh pekebun dan akan digiling menjadi serbuk kopi.
Pada baris pertama, terlihat bunyi vokal berat a dan o pada kata /adakah/, /gosong/, /telah/, /menjadikan/, /kami/, /hamba/ dan bunyi konsonan berat d, g, dan b pada kata /adakah/, /gosong/, /menjadikan/, /hamba/. Baris kedua terdapat bunyi konsonan berat b pada kata /bebijian/, /tabah/, dan vokal berat a pada kata /bebijian/, /tabah/, /yang/, /terpilah/, /dalam/, /tampah/. Baris ketiga terlihat adanya bunyi konsonan berat d dan g yang terdapat pada kata /dalam/, /penggilingan/. Selain itu juga terdapat bunyi vokal berat a dan u yang terlihat pada kata /akan/, /sempurna/, /dalam/, /penggilingan/, /atau/. Baris keempat terdapat bunyi konsonan berat b yang terlihat pada kata /tumbukan/, dan bunyi vokal berat a dan u yang terdapat pada kata /tumbukan/, /lesung/, /alu/. Kombinasi bunyi-bunyi vokal berat dan konsonan berat pada bait ketiga berfungsi untuk menggambarkan kesedihan nasib kami (kopi) yang berakhir untuk digiling menjadi serbuk kopi.
Di samping itu, dalam bait kelima ini juga terdapat bunyi-bunyi liquida l dan r yang terlihat pada kata /telah/, /terpilah/, /dalam/, /sempurna/, /penggilangan/, /lesung/, /alu/. Selain itu, pada bait kelima ini juga terdapat bunyi-bunyi vokal ringan e dan i seperti /telah/, /menjadikan/, /kami/, /bebijian/, /terpilah/, /sempurna/, /penggilingan/, /lesung/. Bunyi-bunyi liquida dan bunyi-bunyi vokal ringan di sini berfungsi untuk menggambarkan adanya sisi kebanggaan kami (kopi) yang akan sepenuhnya bermanfaat bagi manusia.
Pada bait terakhir, berisi kebanggaan kami (kopi) yang telah bermanfaat untuk manusia. Kami (kopi) diminum dan dihidangkan untuk menemani seorang penyair dalam menulis puisi.
Dalam bait keenam ini juga terdapat bunyi-bunyi liquida l dan r yang terlihat pada kata /telah/, /girang/, /terhidang/, /dalam/, /perjamuan/, /bersamamu/, /ketela/, /goreng/, /serbuk/, /seseorang/, /seberang/, /bersikeras/, /menulis/. Selain itu, pada bait kelima ini juga terdapat bunyi-bunyi vokal ringan e dan i seperti /kami/, /telah/, /girang/, /terhidang/, /perjamuan/, /bersamamu/, /ketela/, /goreng/, /serbuk/, /seseorang/, /di/, /seberang/, /brsikeras/, /menulis/, /kian/. Bunyi-bunyi liquida dan bunyi-bunyi vokal ringan di sini berfungsi untuk menggambarkan adanya kebanggan dan kebahagiaan kami (kopi) yang dapat bermanfaat dan dapat dinikmati oleh manusia.

3. Unsur-unsur kata dalam sajak “Tualang Kopi” karya Ferdi Afrar

a. Bahasa kiasan dalam sajak “Tualang Kopi” karya Ferdi Afrar
Dalam sajak “Tualang Kopi” di sini, Afrar banyak memasukkan bahasa kiasan jenis personifikasi. Hal ini terlihat pada kutipan sajak berikut.

di lengan dedahanan pokok
kami pentil tersabar, mendongak
dan melongok pada tingkap petang antariksa.
sembari merapal doa dan tafakur – akan segera tiba,
akan segera tiba meninggalkan muasal menuju tualang.
sungguh ini tak sekedar perjalanan ketertundukan.

Dalam kutipan di atas, terlihat kopi digambarkan kopi memiliki sikap yang sabar. Selain itu, kopi digambarkan bisa mendongak ke angkasa dan bisa melafalkan doa. Selain itu, personifikasi juga terlihat pada kutipan berikut.

merelakan sebagian dari badan disesap matahari
hingga kisut-kisut langsai. hingga sampai-sampai,

Dalam kutipan berikut digambarkan matahari seakan-akan bisa menyecap buah kopi. Selain personifikasi, perumpamaan juga muncul dalam sajak ini, seperti terlihat pada kutipan berikut.

sungguh ini tak sekedar perjalanan ketertundukan.
seperti suratan pengembara tersedak buah
pada jakun dan payudara, atau ngilu leher
kambing kurban pada meja persembahan

Pada kutipan di atas terlihat adanya penolakan jika kopi diibaratkan dengan kisah Adam dan Hawa yang tersedak buah khuldi hingga muncul jakun dan payudara. Selain itu, epic simile atau perumpamaan epos juga terlihat pada baris lain seperti terlihat pada kutipan berikut.

seperti mekar kelelawar yang menawar rasa lapar
atau cakar musang mengintip daging merah pilihan.
mencicipi manis-getir sari-sari.

Kutipan di atas terlihat adanya perumpamaan epos yang berturut-turut. Pertama, adanya penyamaan luwak yang lapar dengan kelelawar yang lapar. Kedua, adanya penyamaan cakar luwak dengan cakar musang.
Kemudian dilihat pula pada sajak ini merupakan bahasa kiasan alegori. Dalam sajak ini manusia diibaratkan sebagai kopi yang ditempa oleh beragam proses dan pengalaman hingga ia menjadi bermanfaat bagi kehidupan di sekelilingnya.

b. Citraan dalam sajak “Tualang Kopi” karya Ferdi Afrar
Berbagai macam citraan hadir dalam sajak ini, di antaranya citraan penglihatan, citraan gerak, citraan pencecapan, dan citraan perabaan. Pada bait pertama terdapat citraan gerak seperti terlihat pada kutipan berikut.

di lengan dedahanan pokok
kami pentil tersabar, mendongak
dan melongok pada tingkap petang antariksa.
sembari merapal doa dan tafakur – akan segera tiba,
akan segera tiba meninggalkan muasal menuju tualang.
sungguh ini tak sekedar perjalanan ketertundukan.
seperti suratan pengembara tersedak buah
pada jakun dan payudara, atau ngilu leher
kambing kurban pada meja persembahan

Citraan gerak ditandai dengan hadirnya kata-kata: /mendongak/, /melongok/,  /merapal/, /meninggalkan/, /menuju/. Kata-kata tersebut menggambarkan adanya gerak karena kata-kata tersebut adalah kata kerja. Selain itu, dalam bait satu ini juga terdapat citraan penglihatan yang ditandai dengan kalimat /di lengan dedahan pokok/. Kemudian juga terdapat citraan perasaan yang ditandai dengan munculnya kata /sabar/.
Pada bait kedua, citraan yang ada adalah citraan penglihatan. Hal ini seperti pada kutipan berikut.

yang segera tiba mereka menjemput,
yang mengasah taring dan pisau kuku
dan memburai liur geraham.

Kemudian pada bait ketiga, terdapat citraan gerak. Yang digambarkan pada kutipan berikut.

maka kami jalani kodrat tamasya
dalam kerongkongan dan jeroan.
atau kami akan tengadah dalam jemuran perkebun,
merelakan sebagian dari badan disesap matahari

Dari kutipan tersebut, citraan gerak ditandai pada kata /jalani/, /tengadah/, /merelakan/, dan /disesap/. Kemudian pada bait keempat terlihat citraan pencecapan, citraan penglihatan, citraan gerak,  dan citraan perabaan. 

di tangan perkebun itu kami tergelincir
di pinggir tubir ujung jari asap limpahan
penuhi wajan penggoreng dan seisi bedeng.
masak-masak! gulingkan gulingkan.
agar bara blarak hantarkan gurih menir,
dan cukilan kambil merasuk ke daging.
sutil yang meratakan uap panas tungku
menguningkan kuku dan mencoklatkan kami.
yang kian renyah terpanggang dan meronggong

Pada kutipan di atas, citraan penglihatan ditandai pada kalimat /di pinggir tubir ujung jari asap limpahan/ penuhi wajan penggorengan/. Kemudian citraan gerak ditandai dengan adanya kata /tergelincir/, /penuhi/, /masak/, /gulingkan/, /hantarkan/, /merasuk/, /meratakan/, /menguningkan/, /mencokelatkan/. Citraan perabaan ditandai dengan frase /uap panas/. Kemudian citraan yang terakhir, citraan pencecapan ditandai dengan kata /gurih/.

Pada bait lima terlihat adanya citraan penglihatan dan citraan gerak. Citraan penglihatan terlihat pada kalimat /bebijian tabah yang terpilah dalam tampah/. Kemudian citraan gerak ditandai dengan kata /menjadikan/, dan juga citraan perasaan yang ditandai dengan adanya kata /sempurna/.
Citraan dalam bait terakhir adalah citraan perasaan, citraan penglihatan, dan citraan gerak. Citraan perasaan digambarkan pada frase /sungguh kami telah girang/. Citraan penglihatan terlihat pada kalimat /bersamamu, ketela dan serbuk susu/. Kemudian citraan gerak ditandai dengan munculnya kata /menulis/.

c. Sarana retorika dalam sajak “Tualang Kopi” karya Ferdi Afrar
Selain bahasa kiasan dan citraan, dalam menganalisis kata juga ada istilah sarana retorika. Sarana retorika sendiri adalah sarana kepuitisan yang membuat para pembaca berkontemplasi atas apa yang dikemukakan penyair. Dalam sajak ini, terdapat beberapa macam sarana retorika, seperti enumerasi. Enumerasi adalah pemecahan suatu hal atau keadaan menjadi beberapa bagian dengan tujuan agar hal atau keadaan tersebut lebih jelas dan nyata bagi pembacanya. Enumerasi terlihat pada kutipan sajak berikut.

maka kami jalani kodrat tamasya
dalam kerongkongan dan jeroan.
atau kami akan tengadah dalam jemuran perkebun,
merelakan sebagian dari badan disesap matahari
hingga kisut-kisut langsai. hingga sampai-sampai,

Kutipan di atas menceritakan bahwa dalam kodrat apapun kami (kopi) akan tetap dijalani. Selain itu, litotes juga terlihat dalma sajak ini, seperti pada kutipan berikut.

adakah gosong telah menjadikan kami hamba
bebijian tabah yang terpilah dalam tampah

Kutipan di atas menggambarkan kami (kopi) yang dikecilkan dan dihambakan. Di samping itu, paradoks juga nampak pada sajak ini, seperti yang terlihat pada kutipan di bawah ini.

Mencicipi manis-getir sari sari

Pada kutipan di atas terlihat adanya perlawanan kata manis dengan getir. Hal ini menggambarkan adanya pengalaman yang ia rasakan. Kemudian di sajak ini juga terlihat adanya sarana retorika hiperbola, seperti yang terlihat pada kutipan berikut.

merelakan sebagian dari badan disesap matahari
hingga kisut-kisut langsai. hingga sampai-sampai,

Pada kutipan di atas terlihat adanya hiperbola yaitu penggambaran badan yang kisut hanya karena dijemur di bawah sinar matahari.

4. Hubungan antarunsur dalam sajak “Tualang Kopi” karya Ferdi Afrar
Setelah unsur bunyi dan kata dianalisis, akan diketahui sajak ini mempunyai hubungan yang saling berkaitan antara keduanya dan membentuk suatu kesatuan yang padu. Adapun hubungan antarunsur dapat dilihat pada penjelasan berikut.

Pada bait pertama terlihat adanya bunyi konsonan berat b,d, dan g, bunyi vokal berat a, dan o, citraan perasaan, citraan penglihatan, dan citraan gerak. Kombinasi ini menyebabkan seolah-olah adanya kepasrahan dalam bait ini benar-benar nyata. Kemudian kepasrahan ini berpadu dengan hadirnya bunyi-bunyi liquida dan vokal ringan i dan e yang kemudian kepasrahan yang pada sebelumnya terlihat adanya kesedihan, maka karena adanya kombinasi bunyi liquidan dan vokal ringan tersebut kepasrahan menjadi sesuatu yang indah karena dijalani dengan keikhlasan dan ketabahan.

Pada bait kedua terlihat adanya bunyi konsonan berat b,d, dan g, bunyi vokal berat a dan u, citraan penglihatan. Kombinasi ini menyebabkan kengerian dan kesedihan yang ditimbulkan oleh luwak yang siap akan memakan buah kopi. Kemudian pada sajak ini juga terdapat bunyi-bunyi liquida r dan l, dan vokal ringan i dan e yang berpadu dengan sarana retorika paradoks yang menimbulkan perasaan yang sebelumnya mengerikan menjadi positif karena adanya berbagai pengalaman yang dirasakan. 
Kemudian pada bait ketiga masih terdapat bunyi vokal berat a, o, dan u, konsonan berat b, d, dan g, citraan gerak, yang menimbulkan kepasrahan oleh takdir alam. Selain itu ditambah lagi dengan personifikasi, sehingga menimbulkan kesan bahwa kopi-kopi tersebut benar-benar mengalami hal yang nyata dan hiperbola menyebabkan kopi benar-benar menderita.

Bait keempat terdapat bunyi konsonan berat b, d, dan g, vokal berat a, o, dan u, citraan pencecapan, citraan penglihatan, citraan gerak,  dan citraan perabaan. Hal ini menimbulkan ketidakberdayaan yang seakan benar-benar mengalami secara penuh sehingga semua indra merasakannya. Ketidakberdayaan tersebut semakin terpampang nyata karena adanya bunyi vokal ringan dan liquida yang menggambarkan kebahagiaan para pekebun yang telah memanen dan memproses kopi.

Bait kelima menggambarkan kopi yang tabah dan telah pasrah. Hal ini dikarenakan munculnya perpaduan bunyi vokal berat dan konsonan berat yang berpadu dengan litotes, sehingga kopi digambarkan sesuatu yang kecil dan tak berdaya untuk digiling menjadi serbuk kopi. Kemudian bunyi vokal ringan dan liquida yang ditambah dengan citraan perasaan /sempurna/ menimbulkan sisi lain kopi, yaitu kebahagiaan dan kebanggaannya menjadi sempurna dan bisa bermanfaat untuk makhluk lain (manusia).

Kemudian pada bait terakhir terdapat bunyi-bunyi liquida dan bunyi-bunyi vokal ringan berpadu dengan citraan perasaan dan citraan penglihatan yang menimbulkan perasaan kemenangan dan kebahagiaan yang seolah-olah nyata bisa bermanfaat untuk makhluk lain setelah mengalami proses panjang hingga menjadi serbuk kopi. Kemudian citraan penglihatan memberi efek memperkuat kebanggaan kopi karena seolah-olah kopi melihat adanya manfaat untuk makhluk lain.

5. Simpulan
Dari berbagai analisis di atas dapat disimpulkan bahwa sajak di atas didominasi bunyi-bunyi konsonan dan bunyi-bunyi vokal berat yang menimbulkan kesan sedih, dan parau. Akan tetapi bunyi-bunyi tersebut kemudian dibenturkan dengan hadirnya bunyi-bunyi liquida dan bunyi-bunyi vokal ringan, sehingga bisa diindikasikan adanya sisi-sisi indah dalam kesedihan yang ditimbulkan sebelumnya. Kemudian citraan yang didominasi dalam sajak ini adalah citraan penglihatan yang member kesan bahwa sajak ini solah-olah dilihat nyata.
DAFTAR PUSTAKA
Pradopo, Rachmat Djoko. 1990. Pengkajian Puisi: analisis strata norma dan  analisis struktural dan semiotik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Sajak “Tualang Kopi” dikutip dari harian kompas, hari minggu, tanggal 3 maret 2013, halaman 22.

Komentar

Postingan Populer