Pameran Lukisan "Still Confused"

Photobucket

Photobucket

Photobucket

Photobucket

Photobucket

Photobucket

Photobucket

Photobucket

Photobucket

Photobucket

Photobucket

Photobucket

Photobucket

Photobucket

Photobucket

Photobucket

___________________________________________________________________

Mengunjungi pameran ini memberi sedikit suntikan kesegaran bagi mata saya. Setidaknya jika melihat peserta pameran ini adalah mahasiswa dengan karya yang demikian. Karena Tiga sampai empat tahun yang lalu saya hampir bosan bila mengunjungi pameran di Surabaya atau di Sidoarjo. Lukisan–lukisan yang ditampilkan masih saja berkutat dengan gaya realis fotografis dengan nuansa romantis, seperti ikan-ikan di kolam, bunga di vas, kegiatan bercocok tanam, panen raya, atau hewan-hewan liar dan semua hanyalah pengulangan saja. Di sisi lain saya telah mengakses,membaca dan mengikuti perkembangan seni rupa kontemporer di Indonesia. Bagaimana Indonesia terimbas bom senirupa kontemporer Cina. Bagaimana menggeliatnya transaksi kesenian (Baca, seni lukis) saat itu. Bahasa ungkap dan permainan tandanya juga beraneka ragam, mulai dari akrobatik, ngepop sampai yang santun. Bagaimana seniman-seniman berlomba-lomba merespon situasi kontemporer di kehidupan sekitarnya. Tapi saya mahfum, itu soal pilihan. Tapi saya menengarai ada semacam kemapanan disini. Bagaimana pelukis menjadi malas membaca dan mengikuti perkembangan berkesenian. Atau barangkali ini hanya berlaku untuk pelukis-pelukis yang usianya mendekati injury time. Tapi saya lihat tidak demikian,disana ada juga yang berusia muda. Atau barangkali hanya lukisan seperti itulah yang bernilai ekonomis, setidaknya dimata mereka. Saya memahami itu. Bagaimana pun juga melukis adalah sebuah profesi, sama dengan yang lain. Tapi bagi saya pelukis yang tidak gelisah. Yang tidak menyuarakan apa yang sedang morat-marit dalam lubuk hatinya. Dia bukanlah seniman. Karyanya menjadi tak lebih dari hasil ketrampilan pertukangan. Karya itu hanya menjadi produk yang hidupnya selesai ketika dibeli dan menjalani fungsi intrinsiknya sebagai pajangan. Dan lukisan-lukisan realis romantis itu cukup mudah menggetarkan dan disukai khalayak umum dan sangat pantas untuk dipajang di ruang tamu, ruang keluarga atau kantor yang menginginkan ruangan itu bernuansa “nyeni” dan meneduhkan. Saya curiga jawabanya adalah demikian; lukisan itu mudah dinikmati dan terbeli. Lagi-lagi saya harus memahami itu adalah hal kewajaran. Itu sebuah pilihan. Tapi bukan berarti lukisan-lukisan kontemporer itu tidak laku dijual. Malah sebaliknya harganya bisa berpuluh kali lipat. Ya masih sama, ujung-ujungnya akan tetap kesana. Atau barangkali publik dan calon pembeli lukisan di Surabaya dan Sidoarjo juga masih menutup mata soal perkembangan senirupa. Jadi mereka masih saja berpikir lukisan hanyalah sebagai pajangan. Maka seniman/pelukis yang mapan juga nggak akan beranjak kemana-mana.

Dengan melihat pameran ini. Saya melihat kepercayaan diri dari ketiga pelukis ini yang notabene masih mahasiswa. Mereka tidak tolah toleh meminjam gaya ungkap seniman itu, seniman ini atau gaya ungkap yang lagi “in”. Mereka percaya dengan daya ungkapnya sendiri. Diantara ketiganya pun berbeda. Sayang saya tidak menghapal namanya untuk menekankan perbandingan.

Pelukis A. Dia menggunakan pengungkapan atau mungkin juga kegelisahanya dengan wajah. Semua lukisannya bersoal tentang wajah. Ada wajah yang ditempelkan kaca. Atau bibir yang berciuman. Mulut yang meletat-meletot. Semua dilukis detail dengan ketrampilan teknis anatomi yang mumpuni. Ada sejuta misteri yang coba dipantik dan dipertanyakan kepada khalayak pengunjung; bagian-bagian wajah itu.

Pelukis B. Dia menggunakan pengungkapan dengan menghadirkan coretan-coretan di kertas. Dan ada tokoh yang hadir disana diantara balok-balok kayu. Barangkali pelukis ini ingin menghadirkan sebuah cerita di kanvasnya. Semua kegelisahan dari permasalahan di kepalanya dihadirkanlah sebuah tanda sebagai penyangga cerita, seperti kertas yang berisi coretan, mirip sebuah surat. Kemudian balok-balok kayu menjadi semacam lanskap atau medan ceritanya. Dan gambar-gambar orangnya adalah tokoh dalam kanvas itu. Semua dilukis secara realis.

Pelukis C. Diantara pelukis yang lain bagi saya pelukis ini yang paling menarik. Saya hanya menduga, barangkali pelukisnya perempuan. Semua lukisannya bercorak girly,cute dengan warna-warna manis dan pop. Tapi tidak dilukis realis. Semua gayanya seprti tokoh-tokoh dalam film kartun dan kekanak-kanakan. Ada cerita yang coba dihadirkan. Ia seperti hanya menangkap fenomena di sekitarnya dan mengungkapkan kembali dalam bahasa rupa yang riang. Seperti tanpa ada kegalauan. Kehidupan di kanvas itu memang menjadi naïf,seperti dalam cerita komik. Tapi mungkin yang penting dicatat adalah dia sangat percaya diri menggunakan apa yang terjadi di sekitarnya sebagai bahasa ungkapnya sendiri.

___________________________________

Pameran Lukisan "Still Confused" 7-11 Juni 2011
Bertempat di Galeri Surabaya
Jl. Gubernur Suryo 15 Surabaya




Komentar

Postingan Populer